Implementasi pengukuran hingga pelaporan dampak hingga kini belum memiliki payung aturan. Pasalnya, kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum untuk mengakui secara sepihak menjadi perusahaan atau pun organiasi yang mampu memberikan dampak tanpa bukti terukur secara objektif. Kesalahan ini secara tidak langsung dapat memprovokasi organisasi lain yang fomo (fear of missing out) terhadap tren impact dan sustainability. Alih-alih menyusun laporan dampak secara terukur dan teruji oleh pihak ketiga, justru kondisi tersebut dapat menjadi bukti untuk menggulingkan perusahaan akibat aktivitas greenwashing.
Mengutip dari Vox, ia menegaskan strategi marketing yang dilakukan oleh TOM Shoes jelas hanya mementingkan profit—tidak benar-benar menyelesaikan masalah. TOM Shoes, sebuah perusahaan sepatu yang menerapkan strategi marketing melalui penawaran “buy one for one” dengan dalih setiap pembelian satu sepatu, akan memberi satu sepatu bagi anak-anak malang. Isu ini seketika menuai kritik pedas dari berbagai pihak yang menilai TOM Shoes menyederhanakan kemiskinan melalui pemberian sepatu. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, kemiskinan merupakan permasalahan sistemik, sehingga untuk menghasilkan solusi yang mampu memberi manfaat jangka panjang, perlu menganalisis berbagai pertimbangan solusi bersama pihak-pihak terkait.
Kegagalan TOM Shoes dalam mengidentifikasi masalah menunjukkan konsekuensi negatif, tidak hanya bagi perusahaan, tetapi penerima bantuan hingga komunitas secara keseluruhan. Namun, TOM Shoes hanya salah satu kasus yang menyalahgunakan klaim dampak. Berbagai kesalahpahaman yang seringkali terjadi dalam proses pengukuran dan pelaporan dampak oleh perusahaan maupun organisasi di antaranya sebagai berikut:
Indikator yang tidak relevan dengan perusahaan hanya akan mengantarkan pada kegagalan dalam mengukur dampak. Sebab hal ini tidak akan pernah mengantarkan perusahaan terhadap objektif yang ingin dicapai. Sebagai contoh, perusahaan yang mengukur kesuksesan program pelatihan melalui tingkat partisipasi tanpa memperhitungkan peningkatan kemampuan peserta, hanya menjadi sekadar kegiatan seremonial. Akibatnya, meskipun angka partisipasi tinggi, dampak dari program tersebut tidak dapat dipastikan. Ini terjadi pada banyak perusahaan yang mengabaikan validitas pengukuran dampak, sehingga menjadikan program mereka gagal mencapai tujuan.
Overclaiming terjadi ketika organisasi secara berlebihan mengklaim bahwa program mereka telah mencapai dampak besar, padahal dampak tersebut mungkin tidak benar-benar dirasakan oleh peserta atau penerima manfaat. Hal ini terjadi pada TOM Shoes yang mengadakan promosi pembelian satu sepatu sama dengan donasi yang diklaim mengatasi kemiskinan. Padahal tidak memiliki sepatu hanya setitik permasalahan yang terjadi pada masyarakat miskin, sehingga program promosi tersebut tidak memiliki dampak signifikan untuk menyelesaikan kemiskinan secara struktural.
Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa data yang digunakan dalam laporan dampak perusahaan/organisasi seringkali tidak konsisten. Data yang dikumpulkan dengan metode yang berbeda di berbagai wilayah bisa menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat. Ketidakakuratan data ini dapat mengarahkan organisasi untuk mengambil keputusan yang salah, yang akhirnya menurunkan nilai efektivitas program di masa depan. Untuk menghindari ini, penting bagi perusahaan dan organisasi untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan metode yang konsisten di seluruh wilayah dan program, serta menggunakan alat analisis yang terstandar untuk menjaga validitas dan reliabilitas data.
Salah kaprah selanjutnya adalah laporan dampak yang diterbitkan perusahaan dan organisasi kurang transparan. Transparansi dalam pelaporan dampak sangat penting, karena ketika sebuah organisasi tidak memberikan informasi yang lengkap tentang metode pengumpulan data dan analisis yang digunakan, hal ini dapat menimbulkan kecurigaan di kalangan pemangku kepentingan. Kurangnya transparansi ini dapat merusak reputasi organisasi dan membuat publik mempertanyakan keabsahan klaim dampak yang dibuat. Informasi yang transparan di antaranya memuat metode pengumpulan data, analisis, hingga pihak-pihak terkait dalam penyusunan laporan seperti penulis dan researcher.
Kesalahan interpretasi hasil dampak sering kali juga terjadi ketika organisasi mengaitkan hasil positif dengan program mereka tanpa analisis yang cukup mendalam. Sebagai contoh, sebuah organisasi mengklaim keberhasilan karena terjadi peningkatan penjualan produk lokal setelah program pengembangan usaha kecil dijalankan. Namun, untuk menilai peningkatan penjualan produk lokal perlu dilakukan analisis mendalam dan komprehensif.
Selain itu, kesalahan interpretasi seperti ini dapat menyebabkan rentetan kerugian organisasi, mulai dari kesalahan dalam menilai efektivitas program, hingga kesalahan dalam pengambilan keputusan langkah untuk langkah selanjutnya. Hal ini juga bisa mengarah pada investasi berlebihan dalam program yang tidak sepenuhnya efektif atau pengabaian terhadap kebutuhan untuk memperbaiki strategi yang ada.
Syarat mendasar keberhasilan dalam laporan dampak ialah dimulai dari kesediaan perusahaan dan organisasi untuk memastikan hasil pengukuran dampak yang akurat. Konsekuensi untuk senantiasa transparan dalam menyajikan data pada laporan dampak, dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan dan organisasi, selama indikator yang disusun relevan, dapat memastikan konsistensi dalam pengumpulan data, serta transparansi dalam melaporkan hasil dampak.
Tingkatkan wawasan dan bangun langkah strategis dalam mengukur dampak melalui Impact Academy Class. Kelas ini akan mendukung proses belajar Anda dalam menyusun laporan dampak melalui pengukuran dampak menggunakan Social Return of Investment.
Bangun kepercayaan dan transparansi perusahaan Anda melalui pengukuran dan pelaporan dampak! Nantikan informasi penting selanjutnya tentang Impact Academy Class melalui media sosial Instagram @maximaimpact.