Jika kita tidak bertindak sekarang, Agenda 2030 akan menjadi batu nisan bagi dunia yang mungkin telah berubah.
– Antonio Guterres (Sekretaris Jenderal, Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Jelang pertengahan tahun 2024, berbagai konflik dunia kini menjadi pusat perhatian. Salah satu yang kian menguat adalah konflik kemanusiaan. Berbagai gerakan dari para aktivis sosial dan lingkungan yang mendukung implementasi SDGs, menyuarakan aspirasinya untuk mendorong pemerintah hingga dunia untuk andil dalam pengentasan kondisi tersebut.
Sebut saja Rohingya, salah satu etnis di Myanmar yang disudutkan akibat latar belakangnya yang tidak diakui oleh pemerintah Myanmar. Bukan saja pengabaian yang terjadi, warga Rohingya bahkan diusir dari tanah Myanmar. Menurut Britannica (2024) Konflik ini masuk dalam kategori apartheid, sebuah perlakuan berbeda terhadap Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Hal ini dikuatkan dalam laporan yang disusun oleh Amnesty Internasional (2017) yang menegaskan bahwa dari segi undang-undang, kebijakan, regulasi yang telah terjadi di Myanmar merupakan sebuah kejahatan sistematis yang ditujukan kepada warga sipil Rohingya.
Tidak berhenti disitu, konflik masih terjadi di wilayah Gaza, Palestina yang kini sudah sampai di Rafah. Kondisi yang terjadi di Palestina kini sudah menjadi keresahan dunia. Pembunuhan besar-besaran secara terencana dilakukan terang-terangan oleh Israel, tidak hanya militer Gaza yang menjadi ancaman, tetapi juga menyasar warga sipil, termasuk ibu dan anak-anak Palestina (Republika, 2023). Menurut Francesca Albanese, pakar Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) menyimpulkan bahwa kondisi yang terjadi di Palestina termasuk genosida (VOA, 2024).
Konflik lain terjadi antara Rusia dan Ukraina, di mana Rusia melakukan invasi skala penuh ke kota-kota besar, salah satunya Kyiv, Ukraina. Hingga kini, konflik masih berlangsung dengan kedua belah pihak mengalami pasang surut dalam pertempuran. Ukraina terus menerima dukungan militer dari negara-negara Barat, sementara Rusia menghadapi tekanan politik dan ekonomi yang meningkat dari sanksi internasional (VOA, 2023)
Ketiga konflik tersebut memiliki benang merah, di mana terjadinya peperangan yang memiliki dampak menghancurkan, menimbulkan krisis kemanusiaan yang berkelanjutan dengan jutaan pengungsi dan kerusakan infrastruktur yang luas di lokasi konflik. Kondisi ini tidak hanya berimplikasi secara langsung pada masyarakat, tetapi juga kemunduran global dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Berikut ini adalah beberapa dampak baik secara langsung dan tidak langsung dari konflik yang tengah terjadi saat ini terhadap SDGs:
Konflik telah mengakibatkan kerusakan ekonomi yang parah di Myanmar, Palestina, hingga Ukraina, kondisi ini secara jelas meningkatkan angka kemiskinan dan mengurangi akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi.
Perang menyebabkan gangguan pada produksi dan distribusi pangan, yang berdampak pada ketersediaan dan akses pangan.
Sistem kesehatan di Myanmar, Palestina, Ukraina mengalami tekanan besar karena perang, dengan fasilitas kesehatan yang rusak dan sumber daya yang terbatas untuk menangani kebutuhan medis penduduk serta pengungsi.
Tidak perlu sampai mengulas kualitas pendidikan, tempat yang layak untuk melakukan proses pendidikan pun tidak ada. Peperangan sudah dipastikan berdampak pada infrastruktur pendidikan, seperti penghancuran sekolah dan perguruan tinggi, telah mengganggu pendidikan bagi banyak anak dan mahasiswa di lokasi konflik.
Kerusakan infrastruktur telah mengganggu akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi, yang sangat penting untuk pencegahan penyakit.
Ekonomi negara yang terjadi konflik jelas terpukul, hal ini mengakibatkan kehilangan pekerjaan dan pengurangan kesempatan ekonomi bagi penduduk lokal.
Kerusakan besar pada infrastruktur kota dan perumahan mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan keberlanjutan kota di Myanmar, Palestina, dan Ukraina.
Perang telah mengalihkan perhatian dan sumber daya dari inisiatif tindakan iklim, dan negara-negara yang melakukan operasi militer secara pasti meningkatkan emisi karbon.
Konflik melanggar prinsip perdamaian dan keadilan, dengan banyak laporan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional.
Konflik ini juga mengganggu kerja sama internasional dan kemitraan global yang diperlukan untuk mencapai SDGs secara lebih luas.
Konflik ini menggarisbawahi bahwa dampak dari peperangan sangat lah signifikan terhadap global, salah satunya ialah dampak lingkungan yang meliputi peningkatan emisi karbon dan kerusakan ekosistem yang kritis. Peperangan yang terjadi di beberapa lokasi tersebut telah menunjukkan bahwa aktivitas militer meningkatkan polusi udara dan air, serta degradasi tanah yang parah. Laporan dari International Committee of the Red Cross (ICRC) menunjukkan bahwa peperangan modern memiliki jejak karbon yang besar, yang menghambat upaya global dalam mitigasi perubahan iklim yang menjadi salah satu target utama SDG 13.
Tanpa perdamaian dan stabilitas, sulit bagi negara-negara untuk membangun fondasi yang kuat dalam mencapai SDGs lainnya, mengingat sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan berkelanjutan teralihkan untuk biaya perang dan pemulihan pasca-konflik.
Sebagai konsultan dampak, Maxima berkomitmen untuk mendukung pencapaian SDGs melalui pendekatan holistik dan kolaboratif. Untuk mendukung itu, Maxima menolak secara pasti bentuk peperangan antar negara maupun dalam negara dalam aspek perang dunia, ekonomi, politik agama, hingga nuklir.
Kami percaya bahwa SDGs tidak akan tercapai tanpa adanya kolaborasi lintas stakeholder. Setiap keputusan yang diambil harus selaras dengan nilai-nilai SDGs, memastikan bahwa upaya kita bersama benar-benar memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Untuk menciptakan ekosistem dunia yang sehat, perlu dirangkai kolaborasi mencakup pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan individu. Semua pihak harus bersinergi dalam mengatasi perubahan iklim dan mendorong perdamaian global. Maxima siap menjadi mitra strategis dalam perjalanan transformasi ini, membantu merancang dan mengimplementasikan solusi yang berkelanjutan dan inklusif.
Mari bersama-sama, kita wujudkan Indonesia yang lebih baik dan dunia yang lebih damai. Transformasi ini dimulai dari keputusan-keputusan kecil yang kita buat hari ini, yang akan berdampak besar di masa depan. Ingin ciptakan transformasi yang inklusif sebagai landasan untuk mendukung SDGs? Konsultasikan bersama Maxima Impact Consulting dan temukan berbagai alternatif yang pas dengan organisasi Anda!